Tawuran yang marak terjadi di antara pelajar mulai muncul kembali
dipermukaan, Benturan antar Ormas, Tawuran antar pelajar, Tawuran antar
fakultas dalam satu kampus, Tawuran antar Desa , Bentrokkan Aparat
dengan Massa buruh dan masih banyak lagi yang terjadi dalam kurun waktu
belakangan ini, Setelah hilang seperti ditelan bumi beberapa tahun
belakangan.
Terkadang karena hal sepele akhirnya dua kubu akan membentuk kekuatan
massa untuk menggempur kelompok lain sehingga menimbulkan korban.
Saya ingat beberapa tahun yang lalu sekitar tahun 2005 tanpa disengaja
saya berkenalan dengan seseorang yang mengaku pernah membunuh lawannya
dari pihak sekolah lain yang notabene adalah salah seorang siswa
pelayaran daerah jakarta, dan anehnya dengan bangga dia menunjukkan
kliping sebuah surat kabar yang sengqaja dia kliping untuk
kenang-kenangan katanya...wow menyeramkan sekali mendengar cerita yang
menurut sumber sangat mengasyikan, pada saat bisa melukai tau sampai
membunuh lawannya.....ckckckck...luar biasa sadis menurut saya.
Baru saja kita mendengar seorang siswa salah satu sekolah favorit di
daerah jakarta Selatan menjadi korban pertarungn berdarah antara siswa,
yang konon kabarnya sudah bertahun-tahun tidak pernah selesai...saya
jadi ingat seperti jaman kerajaan dahulu kala...menyusun siasat lalu
menyerang tanpa ampun lawan mereka, yang sebetulnya masih saudara
sebangsa.
Saya akhirnya mulai bertanya-tanya sejak Kapan fenomena perang saudara
di Nusantara sudah terjadi, ada beberapa sumber yang saya dapat sejak
jaman Majapahit, kalaupun sejak jaman itu tentu berbeda dengan jaman
sekarang yang notabene tidak perlu adanya Agresi kekuatan massa yang
banyak untuk menaklukkan suatu daerah yang diinginkan. Beda hal pada
saat itu kita coba menaklukkan 1/3 dunia untuk tunduk dibawah kekuasaan
Majapahit yang pada kala itu mempunyai seorang Mahapatih Gajah Mada.
Ataukah sekarang banyak yang ingin seperti beliau menjadi seorang
mahapatih di jaman modern ( kemungkinan besar ??? )
Nah kalau kita sudah berbicara tentang Mahapatih Gajah mada, marilah kita mencoba melihat dari sisi yang baik:
Orang Kuat dari daerah Maddha yang lebih dikenal Gajah Mada ini, pada saat pelantikannya menyatakan Sumpah Palapa
„Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira
Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun
kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang,
Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti
palapa“
Jadi Beliau sebagai orang berkuasa dan kuat, tidak memaksakan
kehendaknya kepada Masyarakat Lingkungannya untuk Menahan diri dalam
menikmati kepuasan Duniawi ataupun belagak Suci, tetapi Gajah Mada hanya
bersemedi melawan dan memerangi dirinya sendiri.
Walaupun beliau memiliki kemampuan dengan tindakan kekerasan untuk
memaksakan masyarakat disekitarnya melakukan hal yang sama seperti
Sumpah Palapanya.
Tetapi kalau ditelaah dari peninggalan Majapahit,
selain adanya peninggalan dari berbagai Agama, juga untuk menaklukan
ataupun mengawasi daerah kekuasaannya tidaklah mungkin dengan kekerasan
tetapi kecintaan dan perdamaian diseluruh Nusantara,
Dan dari tempat kelahirannya dapat kita simpulkan, dia juga biasa
menaruh senjatanya di belakang punggungnya, suatu kebiasaaan untuk
datang dengan menunjukan Perdamaian dan Kecintaan.
Dari peninggalan patung yang banyak kita jumpai disimpulkan dapat dari
wajahnya, bahwa Senjata utama beliau adalah ketajaman cara berpikir
dan ketenangan Jiwa.
Hal inilah yang harus diserap dan ditelaah kembali oleh Siswa dan
Mahasiswa, jadi Beliau menjadi besar dan dapat mempersatukan Nusantara
bukan dengan Jiwa kerdil dan kepengecutannya menyerang musuhnya yang
tidak bersenjata dengan senjata tajam dari belakang, tetapi beliau
mencintai masyarakat Nusantara dan melakukan musyawarah dan bukan
menghasut Temannya untuk mengerubuti seseorang.
Dan saya setuju dengan Tulisan dari Bpk. Sander Diki Zulkarnaen, M.Psi di Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Sedangkan untuk menjawab pertanyaan di Bisnis.com mengenai „TAWURAN SMA 6 VS SMA 70: Perkelahian Pelajar Di Bulungan Sudah Jadi Tradisi, Mengapa? „
Saya rasa itu bukanlah Tradisi bangsa di Nusantara, melainkan bangsa yang makin kehilangan tradisinya.
Sangat menyedihkan jatuhnya korban yang kemungkinan besar hanya kebetulan berada ditempat tawuran itu antaranews.com Keluarga sebut korban tawuran Tebet anak baik
Masalah Tawuran ini adalah Masalah Bangsa dan bukan hanya Peran
Masyarakat Diperlukan untuk Mencegah Tawuran,seperti yang di tuliskan
di Kompas.com
Semua kejadian diatas marak terjadi karena sudah tidak seimbangnya
tatanan soial dimasyarakat kita, yang akhirnya memicu konflik sosial
budaya secara berurutan dan signifikan.
Kalau saya baca dari beberapa buku sejarah Nusantara dahulu nenek moyang
kita menekankan Kearifan Lokal yang membumi luar biasa, sehingga dapat
meredam terjadinya benturan antar individu atau kelompok besar pada masa
itu.
Semoga saja dengan jiwa yang luhur dapat terciptanya kemakmuran di masyarakat kita kedepannya
Salam Nusantara